Pages

Minggu, 30 November 2008

Akhi...

Akhi... Pada suatu masa, ada semboyan yang sering kita senandungkan. Yang juga disenandungkan Suara Persaudaraan (yang entah kemana hilangnya para munsyid, mungkin digantikan grup band yang sukses dengan album religi): Alloh ghoyatuna, Muhammad qudwatuna, Alquran dusturuna, Jihad sabiluna, Syahid asmaamanina.

Ya akhi, Alloh ghoyatuna. Apapun ijtihad da'wah yang dipilih. Maka ketika terbentuk partai, kita berharap akan jadi wahana untuk membentuk masyarakat yang taat pada hukum-hukumNya. Walau bukan formalisasi syariat yang jadi tujuan akhir perjuangan.

Karena itu akhi, dalam setiap halaqoh, kita selalu diingatkan akan kekuatan ruhiyah sebagai penggeraknya. Iman-lah yang menjadi modal dalam mempengaruhi orang lain untuk ingat akanNya.

Bukan akhi. Bukan sepatu seharga 2 juta yang membuat orang menghargai kita. Bukan pula lobi melalui golf seharga 1 juta per jam, hingga anggota partai lain menghargai pendapat kita. Namun dengan iman. Karena Alloh-lah yang membolak-balikan hati untuk taqwa atau kufur akanNya.

Akhi,ingatlah... Bahwa kita 'dibesarkan' dalam gerakan yang berawal dari masjid. Bukan barak militer, atau bawah pohon beringin. Lalu mengapa kita semakin menjauh dari saudara seiman. Dan semakin merangkul militer. Mengapa kita sering menjauhi ulama dan menempel erat para jendral, juga para pejabat.

Akhi, kita selalu diingatkan, jalan ini penuh onak dan duri. Jadi jangan harap mendapatkan harta, justru pengorbanan harta-lah modal utama kekuatan kita. Harta kita berasal dari kantong kita, kerja keras kita. Bukan mengemis dari Cendana. Atau berharap ada dana non-budgeter institusi tertentu yang masuk ke pundi-pundi kas kita. Bukan pula suap dari pengusaha yang ingin dibuatkan UU sesuai keinginan mereka.

Akhi, kita pernah diingatkan untuk menjauhi khilafiyah, dan merekatkan ukhuwah. Namun akhi, politik adalah sumber utama khilafiyah. Maka adalah sebuah konsekuensi logis ketika khilafiyah menjadi kerikil dalam proses perjalanannya.

Akhi, mungkin jama'ah adalah nilai atau ruh, bukan sebuah struktur, tanzhim, atau organisasi. Dan ukhuwah-lah yang merekatkannya. Jadi walau kita tidak sepakat dalam suatu ijtihad, ukhuwah yang menjadikan kita tsiqoh satu sama lain. Hingga tidak akan lahir kecurigaan karena perbedaan struktur, tanzhim, atau organisasi.

Akhi, komitmen setiap muslim adalah kepada Islam, bukan kepada Hizb, -iyah, atau partai. Karena partai akan binasa di tangan kezholiman penguasa. Hizb dan -iyah juga akan hancur oleh dunia yang ghurur. Namun Islam, akan terus dijagaNya hingga hari akhir.

Dan masing-masing kita akan dihisab berdasarkan nilai ibadah, bukan kontribusi kepada partai. Kita akan ditimbang di mizan sebagai individu, bukan sebagai kader partai.

Afwan akhi, apabila ada kata-kata yang menyengat. Siapalah saya, selain makhluk yang lemah dalam ibadah. Insan yang penuh khilaf dalam lisan-perbuatan. Bahkan tidak pernah mampu menjaga adab ikhtilat.

Namun, mungkin saja kedhoifan ini lebih mampu menyentuh hati. Karena konon ada sekumpulan ustadz yang malah dijauhkan ketika menasihati dalam kebaikan. Diasingkan ketika bersekutu dalam kepedulian.

Jika memang masing-masing kita tidak mau mendengar nasihat kebaikan, maka semoga kita tetap ingat bahwa azab Alloh sangat pedih.

Segala haq adalah milik Alloh. Allohu'alam..

Kamis, 20 November 2008

PKS Mulai Lupa...

Ngga puas dengan menempatkan Soeharto sebagai pahlawan dan guru bangsa, PKS kembali membuat ulah. Kali ini dengan membuat "diskusi" atau apalah namanya itu di JCC, Rabu (19/11), dengan tema rekonsiliasi. Dalam acara ini juga diundang keturunan dari beberapa 'so-called pahlawan', termasuk anak Soeharto.

Dan kemudian gw sepakat dengan ucapan Amarzan Lubis (redaktur senior Tempo). Kurang tepat kalau ini disebut rekonsiliasi, karena nilai konflik dari 'so-called pahlawan' itu sedikit. Kecuali keturunan dari anak-anak Aidit, Syam, Nyoto, Untung, juga diundang.

Atau mungkin juga keturunan 'pahlawan' yang dilahirkan sejarah, karena mereka jadi korban Soeharto, ikut diundang. Seperti keturunan korban Priok 1984, 27 Juli 1996, dan banyak lagi...

Ahh, gw makin cape aja denger apologi PKS. Rekonsiliasi lah, demi masa depan lah, kenapa ga jujur aja: demi suara.

PKS mulai lupa kalau mereka lahir dan dibesarkan dari komunitas masjid, bukan dari barak militer.
PKS mulai lupa kalau mereka lahir dan dibesarkan dari lingkar diskusi ilmiah kampus, bukan birokrat zaman Golkar masih belum jadi partai.
Mungkin juga, PKS lupa dengan senyuman para merbot masjid, karena makin akrab dengan senyum para penjaga pintu di hotel bintang lima...

Ahh.. Semoga mereka ga lupa aja sama yang namanya syahadat..

Rabu, 19 November 2008

Fatalis!

Biarlah kata-kata tersimpan
seperti malam menyimpan
bintang
sehingga untaiannya
akan menjadi konstelasi terindah
dalam hamparan langit
angan

Biarlah berjuta tanya tersimpan
seperti awan menyimpan
hujan
sehingga rintiknya
akan menjadi gerimis terindah
dalam ranah
pengharapan

agustus, 2004

Minggu, 09 November 2008

Dan Media Menciptakan Mereka..

Dan kita menciptakan mereka serupa monster. Menyeramkan, berbahaya, tidak punya hati. Hingga harus dibentuk detasemen khusus untuk memburu mereka. 88, sebuah angka yang mereka anggap sebagai bentuk intervensi. Angka yang merupakan jumlah korban dari negara tetangga: Australia.

Dan kita menciptakan mereka serupa virus. Ada, namun sulit terlihat. Tidak bisa dibunuh, hanya bisa diminimalisir. Entah apakah sengaja dipelihara intelejen, sehingga siap dijadikan kambing hitam apabila terjadi instabilitas negara.

Dan kita menciptakan mereka layaknya syuhada. Mati dibunuh negara, yang tidak memiliki kejelasan hukum. Eksekusi mati pun tak ayal layaknya sebuah kompromi. Tak ada hak atas 3 permintaan terakhir mereka. Namun negara juga tak punya nyali untuk segera mengeksekusi. Hingga mereka pun dianggap 'pahlawan', yang menjadi korban kezholiman negara.

Dan kita menciptakan mereka layaknya selebriti. Bukan dengan 'keteladanan' kawin-cerai, atau rebutan anak. Namun dengan pesan perang dan kebencian. Pesan yang mungkin akan terus melahirkan jutaan mereka yang lain.

Ahh, bukankah media lebih berbahaya dibanding mereka. Lebih laten dibanding mereka. Lebih berdosa dibanding mereka.

Minggu, 02 November 2008

Love, Peace, and Beatbox


Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Documentary
Konon ada lima unsur hip hop: Rap, DJ-ing, Breakdance, Grafiti, dan Beatbox. Namun, menurut para beatboxer, Beatbox bukan sekedar Hip hop, melainkan seni perkusi mulut yang bisa juga memainkan jazz, raggae, dance hall, bahkan tradisional. Begitu juga dengan film Love, Peace, and Beatbox, sebagai sebuah film yang bukan sekedar film dokumenter musik semata.

Film karya Volker Meyer-Dabisch ini menggambarkan komunitas beatbox di Berlin. Tentang bagaimana mereka menunjukkan skill ajaib dengan mengolah berbagai suara menjadi ritme musik yang asyik. Tentang bagaimana perjuangan mereka untuk menunjukkan eksistensinya. Juga tentang filosofi setiap kegiatan: dari jam session, battle, hingga competition.

Film ini juga memperlihatkan bahwa Beatbox sudah dikenal di Berlin pada tahun ‘80-an awal, sama dengan perkembangan Beatbox di negara asalnya: Amerika Serikat. Saat itu seorang bernama Maxim mulai memperkenalkan beatbox kepada anak muda Berlin.

Sontak apa yang diperkenalkan Maxim disambut anak muda di Berlin, yang saat itu masih terbagi oleh tembok di tengah kota. Perlahan, beatbox pun menjadi pesan perdamaian untuk menghilangkan ‘batas’ tembok dan pandangan politik Timur-Barat Berlin. Juga menjadi pesan damai untuk melupakan perbedaan ras Eropa, Turki, dan Arab, di saat masalah imigran menjadi hal yang besar karena dipolitisasi.

Hal menarik lain dari film Love, Peace, and Beatbox adalah melihat bagaimana suatu budaya Afro-Amerika seperti Beatbox, diapresiasi di Jerman, sebuah negara yang pernah sombong setengah mati saat Hitler melantangkan Deutsch Uber Alles. Sebuah bukti bahwa budaya bisa lihai menembus pagar-identitas hasil konstruksi manusia.

(Love, Peace, and Beatbox, merupakan salah satu film yang diputar dalam rangkaian acara Europe on Screen 2008. Tidak hanya pemutaran film, tapi juga disertai aksi beatboxing dari Mando, Juara Kompetisi Beatboxing Jerman 2006 dan 2007.)