Pages

Sabtu, 18 April 2009

Meracau: Ingin

Bahagia itu, CINTA, apakah berarti bila kami, manusia, dapat mereduksi ingin?

Dari sejumlah ingin sederhana: punya rumah, punya mobil, punya segala harta. Hingga ingin yang absurd tak terhingga: sehat jiwa, punya anak saleh yang selalu mendoakan orang tuanya, hingga keterpuasan nafsu-syahwati.

CINTA, entah hingga kapan kami, manusia, belajar bahwa ingin jua yang menjerumuskan moyang kami ke planet ketiga dari matahari ini. Diungsikan dari sebuah jagat surgawi, hanya karena ingin mencicipi ranumnya buah, yang konon bernama kuldi.

Namun mitos di dunia kami pun terpaksa menyalahkan Iblis sebagai kambing hitam. Karena ingin tak punya wujud, tak punya tanduk!

Dalam diriku, CINTA, juga tertanam berjuta ingin. Dari yang sederhana: Rumah sederhana di Menteng atau Tebet; dengan istri cantik yang mampu memenuhi dahaga hati-syahwati, anak-anak sehat-cerdas, dan segala kebutuhan materi lain.

Ada juga ingin yang absurd tak terkira: Memenuhi dahaga intelektual-dan-pengalaman-duniawi untuk mengelilingi planet yang bernama bumi ini.

Namun jika itu masih terasa sulit untuk direduksi, CINTA.. Izinkan saya memiliki ingin, satu saja: Untuk berada dalam pelukanMu.. Dalam rengkuhanMu, CINTA...

Satu ingin saja, CINTA.. Untuk menghilangkan ingin-ingin yang lain.

Sabtu, 04 April 2009

Meracau: Film Hitam-Putih

Kemudian, kau dan aku bagaikan masuk dalam adegan film hitam-putih itu.

Kau, dalam balutan kemeja lengan panjang dan rok panjang, tampak anggun dengan rambut yang terurai sebahu. Menanti dengan raut muka yang tampak resah, di bawah pohon itu.

Sedang aku, dengan tergopoh mengayuh sepeda onthel, menghampiri manis senyum di wajahmu, saat melihat hadirku.

Kemudian kita susuri pematang, yang entah untuk menikmati apa selain kebersamaan. Kau mengikutiku dari belakang. Sedang aku menggenggam erat tanganmu, layaknya membimbing anak kecil yang baru belajar berjalan.

Di sebuah saung bambu, kemudian kau dan aku bicara tentang masa depan yang terlalu sederhana: rumah mungil bersekat bambu, berdinding gedhek bambu, dan beratap rumbia dari dedaunan. Dengan 5 makhluk kecil yang makin mewarnai hidup kau dan aku.

Ahh, puan... Tentu akan indah jika cinta melahirkan bahagia yang sederhana seperti itu. Tapi kita hidup di masa dengan film yang penuh warna. Dan tidak hanya hitam-putih seperti itu, bukan?!