Pages

Kamis, 16 Mei 2013

BlackBerry Messenger, Langkah Awal Perubahan BlackBerry?


Nama Nintendo memang sudah lekat dengan video game. Bagi generasi yang menghabiskan usia remaja di tahun '80an dan '90an, Nintendo merupakan keseharian. Nintendo adalah kasak-kusuk mencari jalan untuk menyelamatkan Zelda bersama Link. Nintendo adalah keterampilan mengendalikan Mario dan Luigi melompat di antara dunia yang dipenuhi pipa, kura-kura, juga matahari bernama Lakitu dengan landak-landak tajam yang dilemparkannya untuk melukai kepala.

Tapi tak ada yang menyangka kalau perusahaan yang didirikan Fusajiro Yamauchi pada 23 September 1989 ini punya sejarah metamorfosis yang panjang. Berawal sebagai pembuat kartu hanafuda yang merupakan permainan khas Jepang, Nintendo juga pernah membuka usaha hotel cinta. Tapi hotel yang memang dikenal sebagai lokasi bercinta dengan tarif per jam ini sepertinya aib bagi Nintendo. Hotel cinta pun ditutup, bisnisnya dikubur.

Apa yang dialami Nintendo bisa jadi pelajaran untuk BlackBerry. Seperti apa?

Sebenarnya banyak perubahan yang dialami Nintendo: Mulai dari perusahaan taksi, jaringan TV, hingga pembuat makanan instant. Saat masuk ke industri game, Nintendo pun tak langsung memulainya sebagai pembuat konsol, tapi dari pembuat mainan. Nintendo mulai bermain di ranah game sebagai distributor konsol Magnavox Oddysey di 1974.

Baru pada 1977 Nintendo memproduksi perangkat sendiri, baik konsol atau mesin arcade. Desain konsol terus berkembang, hingga akhirnya muncul konsol legendaris Nintendo Entertainment System pada 1983. Menyusul setelah itu, beragam konsol pun dihadirkan: Super Nintendo Entertainment System, konsol tangan Game Boy, juga Nintendo 3DS.

Popularitas Nintendo sebagai pembuat konsol mulai meredup di pertengahan '90an hingga awal 2000an. Penyebabnya adalah kehadiran PlayStation, konsol game generasi baru yang diperkenalkan Sony. Ironis, sebab saat itu Sony lebih dikenal sebagai pembuat perangkat elektronik.

Sony pun menghadirkan PlayStation di saat popularitas Walkman, pemutar kaset dan radio portabel yang jadi ciri khas Sony, mulai dianggap membosankan. Jika di tahun '90an Walkman merupakan--mengutip iklan terkenal di era itu--"lambang pergaulan Anda", maka di tahun 2000an mungkin Walkman dianggap layak ditempatkan di museum. Kehadiran iPod dari Apple semakin membenamkan sisa-sisa kejayaan Walkman, yang sempat terlihat akan bertransformasi di ponsel Sony-Ericsson.

Seperti Nintendo dan Sony, langkah serupa sepertinya akan dilakukan BlackBerry. Indikasi ini terihat saat BlackBerry umumkan akan hadirkan BlackBerry Messenger untuk Android dan iOS.

Perubahan BlackBerry?

Adalah sebuah kejutan saat BlackBerry secara resmi mengumumkan akan menghadirkan fitur chat BlackBerry Messenger di perangkat iOS dan Android. Meski rumor dan prediksi banyak yang menyebut kemungkinan ini, tapi langkah perluasan platform BBM tetap merupakan sebuah pertaruhan bagi perusahaan asal Kanada tersebut.

Banyak yang menyebut BlackBerry melakukan 'harakiri'. Sebab BBM tak hanya menjadi diferensiasi BlackBerry dari perangkat lain. BBM juga merupakan benteng terakhir, alasan pengguna BlackBerry mempertahankan handset besutan perusahaan yang dulu bernama Research in Motion.

Tentu saja transformasi merupakan hal umum yang dialami pelaku industri teknologi. Seperti halnya Nintendo, juga Sony, bisa jadi BlackBerry tak akan bisa mempertahankan posisinya sebagai pembuat perangkat. Saat ini BlackBerry kalah bersaing dalam menjual handset, apalagi sejak kehadiran Apple iPhone dan perangkat Android.

Tapi BlackBerry melihat ada potensi yang bisa dikembangkan: BBM. Dengan lalu lintas pesan sebesar 10 juta per hari dan 60 juta pengguna, tentu BlackBerry punya modal besar. CEO Thorsten Heins dan koleganya yang berkantor di Waterloo, Kanada, sepertinya melihat potensi besar pasar aplikasi chat.

Aplikasi chat seperti WhatsApp, KakaoTalk, Line, atau WeChat memang sedang naik daun. Tak hanya itu, produsen perangkat pun punya layanan chat masing-masing: Apple punya iMessage dan Google ramai dibicarakan sedang mengembangkan Babel.

Tren layanan chat akan berkembang, yang tentu harus disertai dengan inovasi baru. Jika saat ini inovasi sudah mencakup layanan audio chat atau video chat, bukan tak mungkin di masa depan akan ada fitur hologram untuk berkomunikasi.

Tapi Roma tak dibangun dalam satu hari, BlackBerry pun menyadari itu. Tentu Thorsten Heins dkk harus tetap melakukan inovasi di layanan yang dihadirkannya. Apalagi jika BlackBerry ingin menjadikan BBM sebagai 'exit strategy', sebagai antisipasi melemahnya penjualan perangkat.

Bukan tak mungkin kita melihat masa depan BlackBerry yang tak lagi menjual perangkat. Lagipula untuk apa menjual 'raga', kalau 'jiwa' dikuasai oleh yang lain.

Iya, ini seperti yang dilakukan Google dengan Android. Google menguasai 'jiwa' dari banyak 'raga' yang dijual berbagai vendor. Apapun merek yang beredar di pasaran, Google ingin hadirkan beragam layanannya di seluruh perangkat itu.

Bisa jadi gambaran ini terlalu berlebihan jika melihat keterpurukan BlackBerry saat ini. Tapi saya melihat BBM hanya sebagai 'bagian kecil' dari potensi yang dimiliki BlackBerry. Sebab BlackBerry juga punya sistem operasi sendiri yang baru diperkenalkannya akhir Januari lalu, BlackBerry 10.

Kabarnya BlackBerry 10 juga ingin dihadirkan di perangkat non-BlackBerry. Seperti yang kita tahu, rumor di industri teknologi merupakan bocoran rencana yang belum terkonfirmasi. Bukan tak mungkin sistem operasi BlackBerry 10 bernasib sama layaknya BBM.

Sungguh perubahan adalah sebuah keniscayaan. Mungkin akan ada saatnya untuk mengucapkan: Selamat tinggal, perangkat BlackBerry.

Bayu Galih | Senayan, 16 Mei 2013

*sumber foto: UberGizmo

1 komentar:

  1. tapi sayang untuk android type gingerbread ga bisa pake aplikasi ini ...

    BalasHapus