Pages

Minggu, 20 Oktober 2013

Misteri Pengeboman Coventry dan Konspirasi Peristiwa 9/11



photo: telegraph.co.uk
Perang Dunia II memang terjadi lebih dari tujuh dasawarsa silam. Tapi masih banyak misteri yang menyelimuti berbagai peristiwa yang terjadi seputar perang yang sebagian besar terjadi di kawasan Eropa itu. Tentu kita tak akan membicarakan misteri mengenai holocaust, karena meragukan holocaust bisa dianggap sebagai sebuah sikap anti-semit dan rasis, bahkan untuk sekedar mempertanyakannya secara ilmiah.

Salah satu misteri yang paling menarik di Perang Dunia II adalah Pengeboman Coventry, yang lebih dikenal dengan nama peristiwa "Coventry Blitz". Peristiwa ini terjadi pada 14 November 1940. Ketika itu armada Luftwaffe atau Angkatan Udara Jerman membumihanguskan kota Coventry di Inggris dalam sebuah serangan yang dinamakan "Operasi Moonlight Sonata", yang diambil dari salah satu komposisi klasik karya Beethoven.

Nah, misteri terbesar dari peristiwa Coventry Blitz adalah: konon pasukan Sekutu sudah mengetahui adanya rencana "Operasi Moonlight Sonata" ini. Lalu mengapa Perdana Menteri Inggris Winston Churcill yang ketika itu memimpin komando Tentara Sekutu membiarkan Jerman menghancurkan Coventry?

Mengutip laman BBC, sejumlah sejarawan menulis kalau Churcill mengorbankan Coventry "untuk tujuan yang lebih besar". Tentara Sekutu memang berhasil mengetahui rencana serangan ke Coventry setelah memecahkan sandi milik Tentara Jerman yang dihasilkan mesin kode Enigma. Tapi, Sekutu tak ingin kalau Jerman tahu bahwa setiap sandi yang dihasilkan mesin kode Enigma sudah berhasil dipecahkan.

"Rumornya adalah mereka memutuskan untuk mengorbankan yang sedikit (di Coventry) untuk menyelamatkan yang banyak. Tak ada yang mengkonfirmasi atau membantahnya, dan itu sudah cukup menjelaskan," kata Jean Taylor, salah satu warga Coventry yang ketika peristiwa itu terjadi sedang berulang tahun ke-14 di penampungan setelah kotanya dibumihanguskan, dalam peringatan 70 tahun Coventry Blitz di 2010.

Menara Kembar WTC 'Di-Coventry-kan'?

photo: seiu.org

Coventry Blitz menjadi salah satu dasar bagi penggemar teori konspirasi untuk mengaitkan suatu peristiwa mencurigakan sebagai hasil konspirasi. Dari dua teori konspirasi, Coventry Blitz dikategorikan sebagai "LIHOP", atau "Let It Happen on Purpose" (Biarkan terjadi dengan tujuan tertentu). Konspirasi ini berlawanan dengan teori "MIHOP" atau "Make It Happen on Purpose".

Jika MIHOP melibatkan intelijen sebagai subyek yang menjadi dalang terjadinya suatu peristiwa, maka LIHOP lebih menempatkan pihak ketiga sebagai pelaku peristiwa. Meski begitu intelijen bisa mengembangkannya dengan tujuan tertentu.

Dalam konteks Coventry Blitz misalnya, intelijen Sekutu ingin agar pengetahuan mereka dalam memecahkan kode tak diketahui musuh. Sehingga Jerman tetap mengirimkan informasi dengan sandi yang dihasilkan mesin kode Enigma, dan tanpa sepengetahuannya informasi itu sudah bocor ke Sekutu. 

Lalu bagaimana dengan pengeboman menara kembar World Trade Center (WTC), atau yang lebih dikenal dengan sebutan Peristiwa 9/11? Apakah ada kemungkinan Coventry Blitz diterapkan ke 9/11? Dari sejumlah teori konspirasi yang muncul, tentu sangat mungkin.

Ada kemungkinan sejumlah pihak memang sudah mengetahui rencana mengenai serangan. Dugaan pertama, keanehan yang terjadi di pasar modal. Hal ini diungkap Allen M. Poteshman dalam jurnal akademik "The Journal of Business" yang diterbitkan University of Chicago Press. Keanehan itu terkait meningkatnya penjualan saham (put option) United Airlines dan American Airlines menjelang 11 September 2001. Seperti diketahui, pesawat dari dua maskapai itu memang dibajak dan ditabrakkan ke menara kembar WTC. 

Tak hanya dua maskapai asal AS itu yang aktifitas sahamnya mencurigakan. Kejadian yang sama juga terjadi pada saham Citigroup Inc, dengan aktivitas put option yang meningkat hingga 45 kali lipat. Kecurigaan memang layak dialamatkan, apalagi pasca-9/11 Citygroup harus membayar US$ 500 juta akibat klaim asuransi Travelers Insurance dari Peristiwa 9/11.

Kejadian aneh lainnya diungkap Popular Mechanics. Pada 11 September 2001, hanya 14 jet tempur yang disiapkan di 48 negara bagian. Alarm dari jaringan komputer North American Air Defense Command (NORAD) yang harusnya mengantisipasi pesawat yang dibajak pun tak menyala. Ini menyebabkan pesawat yang dibajak itu dengan mudah menabrakkan diri ke sasaran, tanpa pencegahan.

Selain itu, rangka baja dengan mudah meleleh setelah pesawat meledak tak lama setelah menabrakkan diri. Popular Mechanics menyebut api yang dihasilkan bahan bakar pesawat jet mencapai suhu 800 hingga 1500 derajat Fahrenheit. Tapi tentu itu tak cukup untuk melelehkan baja dan membuat menara kembar WTC runtuh seketika. Setidaknya butuh suhu 2750 derajat Fahrenheit untuk melelehkan baja.

Dari teori konspirasi yang muncul, ada kemungkinan rencana serangan dari Al Qaeda itu memang sudah diketahui. Tapi kemudian tak ada upaya pencegahan. Malah penganut teori konspirasi percaya 'campur tangan' pihak selain Al Qaeda agar kerusakan serangan semakin dahsyat. Mengapa, karena menabrakkan pesawat dianggap tak cukup untuk meluluhlantakkan WTC.

Lalu apa hubungannya dengan Coventry? Jika benar Sekutu mengorbankan Coventry untuk menyelamatkan hal lain yang lebih besar, apa yang didapat dengan mengorbankan WTC?

Tak jelas. Jika dirunut secara kronologis mengenai hal yang terjadi setelah 11 September 2001, memang lebih banyak hal yang bersifat politis, terutama kebijakan luar negeri AS. Peristiwa 9/11 jadi alasan bagi Presiden AS George W. Bush untuk melakukan serangan ke Afghanistan, yang kemudian dilanjutkan ke Irak.

Bush Jr menjadikan 9/11 sebagai dasar aksinya dalam "Perang melawan Teror". Tapi para penentang Bush Jr menganggap upaya perang yang dilakukan Bush hanya demi minyak.

Jika konspirasi dilakukan dengan mengorbankan ribuan orang yang tewas di peritiwa 9/11 untuk menguasai sumber minyak, tentu ini sebuah kekejaman. Apalagi jika konspirasi itu dijadikan dasar akan perang yang menewaskan jutaan orang lainnya.

Ucapan menarik diucapkan narator film dokumenter Fahrenheit 9/11 yang digarap sutradara Michael Moore:

George Orwell pernah menulis, 'perang bukanlah perkara apakah itu adalah hal tak nyata atau sebaliknya. Perang memang dibuat bukan untuk dimenangkan, tapi dibuat untuk terus berlanjut.

Meski begitu tentu bukan sebuah kenaifan untuk berharap: Semoga tak ada lagi Coventry lain untuk dikorbankan.    

Rawabelong, 20 Oktober 2013  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar